GIAA - PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk

Rp 55

-1 (-2,00%)

JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) menerapkan sejumlah strategi agar lebih menguntungkan pasca restrukturisasi utang dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Strategi tersebut antara lain, menambah frekuensi terbang, utilisasi penumpang dan kargo, menyehatkan anak usaha, serta ekspansi yang line-in dengan bisnis penerbangan.

Irfan Setiaputra, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) menyampaikan keuntungan yang dibukukan hasil penundaan (cancellation) pembarayan utang dari restrukturisasi utang di PKPU. "Tapi waktu kami melakukan negosiasi di PKPU, kami bukan hanya negosiasi utang, tapi juga menegosiasikan harga sewa pesawat. Sebab kami tidak bisa menegosiasikan harga Avtur (bahan bakar,red)," katanya dalam perbincangan dengan idnfinancials.com, kemarin (18/7).

Menurut dia, restrukturisasi utang Garuda mesti disertai akar persoalannya yakni, harga sewa pesawat yang terlalu tinggi di industri penerbangan. Oleh karena itu, pihaknya menegosiasikan harga sewa pesawat agar mampu bersaing sehat dengan kompetitor. "Ketika negosiasi harga pesawat tidak tercapai, mereka (leasing,red) ambil pesawatnya," katanya.

Pasca restrukturisasi utang, katanya, jumlah armada Garuda menyusut lebih dari setengah dari sebelumnya. Armada pesawat yang tersisa tidak dapat segera dioperasionalkan sebagian karena perlu direnovasi imbas terlalu lama grounded. Jumlah pesawat tersisa 68 unit dari sebelumnya 112 unit armada.

Disampaikannya bahwa GIAA akan fokus mencetak laba dengan meningkatkan frekuensi penerbangan pesawat. Peningkatan frekuensi terbang disertai waktu terbang yang mendekati atau lebih dari standard di industri penerbangan. Untuk pesawat Boeing 737, misalnya, frekuensi terbang kisaran 9 jam per hari.

"Pada waktu terbang 9 jam per hari, jangan asal terbang. Ada namanya variabel cost yaitu harga Avtur. Jadi, target terbang dari waktu ke waktu dapat, utilisasi dapat, isian dapat diharga yang tepat," katanya.

Menurut dia, pihaknya telah memiliki formula komersial untuk setiap rute penerbangan untuk mencapai angka minimal yang mesti dicapai oleh perusahaan. Target itu akan dipenuhi seiring penambahan jumlah armada, frekuensi terbang, penambahan rute penerbangan.

Irfan mengatakan di internal formula setiap rute penerbangan itu tengah direview jajaran komisaris untuk dinyatakan bahwa komponen terkecil dari keuntungan di industri airline adalah keuntungan per rute. "Kami punya blue book. Kalau untuk penerbangan charter, misalnya, kalau mau untung, ada rumusannya," ujarnya.

Kalau formula untuk setiap rute penerbangan sudah dijalankan namun capaian tidak terpenuhi, pihaknya akan mereview termasuk mengganti general manager (GM) yang bertanggungjawab atas rute tersebut hingga menutup rute penerbangan. "Kalau ini bisa ditekankan dan menguntungkan, maka di sisi top line perusahaan pasti menguntungkan," katanya.

Strategi berikutnya GIAA akan menyehatkan semua anak usaha agar tidak menimbulkan efek negatif dan mencari pendapatan lain yang sesuai bisnis inti (core bussines) untuk memberikan tambahan bagi keuntungan. "Kami menjanjikan ke publik bahwa kami akan tetap menjadi perusahaan yang membanggakan, tapi bukan seperti dulu terbang ke mana-mana dengan berbagai jenis pesawat. Kami akan menjadi perusahaan yang menguntungkan dan tidak menjadi beban publik," katanya. (LK)