Kemenpu dan Kemenpera perlu dipisah
JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum (Kemenpu) dan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) perlu kembali dipisahkan guna mengoptimalkan upaya mengatasi backlog perumahan. Dalam sembilan tahun terakhir, pemerintah tidak optimal menjembatani jurang antara ketersediaan dan kebutuhan perumahan rakyat.
Panangian Simanungkalit, Direktur Eksekutif Panangian School of Property (SPS) menyampaikan alasan pemisahan Kemenpu dan Kemenpera merujuk pada kenaikan backlog perumahan sebanyak 12,7 juta. "Disimpulkan, perlu ada kementerian yang mengakomodir, dan berkoordinasi dengan lima kementerian terkait lainnya. Untuk pemetaan tanah, sebab jangan sampai dibangun di suatu kota tapi oversupplai," katanya di Jakarta, kemarin (26/10).
Menurut dia, Kemenpera yang dipisahkan secara kelembagaan akan mengkoordinasikan kebijakan sehingga terjadi keselarasan antara jumlah kebutuhan dan permintaan rumah. Sebab urusan perumahan ini perlu kebijakan yang saling terkait antara lain, suku bunga bank, subsidi, dan daya beli konsumen yang disesuaikan dengan tenor cicilan. "Jadi, penting sekali fokus sebuah kementerian untuk memikirkan itu," katanya.
Saat ini, kata Simanungkalit, pasokan rumah dan permintaan rumah tidak lagi selaras, yang mana permintaan tinggi, supplai rendah, sehingga harga rumah semakin tidak terjangkau, terutama bagi kalangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Di sisi lain, muncul suatu pemikiran atau gaya hidup, terutama di kalangan milenia, yang tidak menganggap perlu memiliki rumah saat ini.
"Itu suatu pemikiran yang tidak terlalu pas dengan isi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, di mana tujuan pemerintah mewujudkan masyarakat yang sejahtera," ujarnya.
Menurut dia, munculnya pemikiran tidak perlu memiliki rumah di sebagian kalangan milenial sebagai refleksi dari rasa frustasi karena harga rumah semakin tidak terjangkau. Kalau ini dibiarkan, maka akan muncul suatu generasi yang tidak memiliki aset. Kondisi semacam ini akan menciptakan ketimpangan sosial pada 10 tahun mendatang.
Disampaikannya pemerintah perlu mengambil peran jelas dalam menghadirkan kebutuhan rumah bagi masyarakat Indonesia. Tidak boleh dibiarkan berkembang pemikiran bahwa masyarakat tidak perlu memiliki aset rumah. "Kalau persoalan backlog ini dipahami sebagai tingginya demand, maka pemerintah bisa memecahkan masalah itu dengan berbagai skema, misalnya tenor Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang lebih panjang sesuai kemampuan masyarakat," katanya.
Sebelum 2014, Kemenpu dan Kemenpera merupakan lembaga terpisah dengan fungsi dan kewenangan masing-masing. (LK)