Fitch estimasi 70% unit usaha syariah asuransi akan spin-off
JAKARTA. Fitch ratings memperkirakan hanya 70% dari unit usaha syariah (UUS) yang ada saat ini bertahan akibat kebijakan peningkatan modal dan spint-off (pemisahan) menjadi full fledge.
Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK No. 23/2023 yang mengatur perizinan dan kelembagaan.
Dalam regulasi ini, perusahaan asuransi syariah wajib memenuhi modal minimal Rp100 miliar pada 2026 dari saat ini Rp50 miliar. Selanjutnya ekuitas asuransi syariah meningkat menjadi Rp200 miliar pada 2028. OJK juga mewajibkan dilakukan pemisahan bisnis syariah (spin-off) paling lambat 31 Desember 2026. Aturan wajib pemisahan ini tertuang dalam POJK No. 11/2023.
Femmy Novaryani, Senior Analyst Fitch Ratings menuturkan kebijakan peningkatan modal yang bersamaan dengan aturan pemisahan unit syariah menjadi entitas baru, maka hanya 70% bisnis yang ada saat ini akan bertahan. Sementara 30% lainnya akan mengalihkan portofolionya kepada perusahaan asuransi syariah lainnya.
Fitch mencatat saat ini baru 15 perusahaan asuransi yang beroperasi penuh sebagai entitas syariah. Sedangkan 39 lainnya masih beroperasi dalam bentuk unit usaha syariah (UUS) serta 3 UUS reasuransi.
"Kami berharap persyaratan spin-off OJK akan mendorong perusahaan takaful untuk mengoptimalkan potensi pengembangan bisnis mereka," dikutip dari riset Kamis (22/2/2024).
Tantangan asuransi syariah lainnya adalah kondisi bisnis yang sedang merugi. Hingga kuartal IV-2023 sektor asuransi jiwa syariah membukukan rugi Rp759 miliar. Berbanding kondisi 2022 yang membukukan keuntungan Rp1,6 triliun. Kondisi lebih baik di sektor asuransi umum. Sektor ini membukukan laba.
Data OJK menunjukkan pada kuartal IV-2023, total premi yang diraih asuransi jiwa syariah mencapai Rp6,5 triliun serta asuransi umum syariah Rp1,7 triliun. Sementara pada 2022, asuransi umum syariah mencapai Rp22,9 triliun dan Rp4,7 triliun untuk asuransi jiwa syariah.
"Kami memperkirakan kontribusi sektor asuransi syariah akan tumbuh sebesar 5%-10% pada 2024," ulas Femmy.
Dalam jangka panjang, dia juga memproyeksi asuransi syariah akan tumbuh kuat di Indonesia. Terutama potensi bahwa negeri ini adalah pasar takaful terbesar keenam secara global. Bahkan capaian peringkat ini meski penetrasi asuransi yang sangat rendah yakni 1,4% pada 2022. Peluang pertumbuhan lain adalah adanya peningkatan bisnis halal dan produk asuransi syariah juga menghadirkan peluang potensial.
Sementara itu Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan bahwa pihaknya akan memastikan seluruh perusahaan asuransi dan reasuransi wajib memenuhi ketentuan ekuitas minimum tahap I pada Desember 2026.
"Baik melalui penambahan modal dari pemegang saham, pertumbuhan perusahaan secara organik, atau melalui konsolidasi perusahaan," kata Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun.
Dia juga menekankan pengaturan lebih detail terkait Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE) dan Kelompok Usaha Perasuransian (KUPA) yang mulai efektif berlaku pada tahap II, Desember 2028, OJK merencanakan menerbitkan pengaturan secara lebih detail dalam SEOJK sebelum tahap I berlaku, antara tahun 2025 dan 2026. (PP)