HRUM - PT. Harum Energy Tbk

Rp 1.140

+10 (+0,89%)

JAKARTA – Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Harum Energy Tbk (HRUM) hari ini (7/6) setuju untuk tidak membagikan dividen untuk tahun buku 2023, mengakhiri rentetan pembagian dividen perseroan selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2021.

Berdasarkan Paparan Publik Tahunan 2024 HRUM hari ini, keputusan ini diambil mengingat perseroan yang hendak memfokuskan semua dana untuk proyek investasi terbarunya di sektor nikel lewat PT Blue Sparkling Energy (BSE).

“Ada kebutuhan kas perseroan di 2024 dan ke depannya, sehubungan dengan investasi dan proyek baru yang dikerjakan,” ungkap Ray Gunara, Presiden Direktur HRUM.

HRUM memang telah mengakuisisi saham BSE sebesar 51% hingga akhir Q1 2024. Perseroan disebut telah menggelontorkan dana hingga US$400 juta.

Gunara menyebutkan bahwa BSE akan mendirikan smelter nikel yang dilengkapi dengan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) untuk memproduksi MHP, yang diproyeksikan untuk beroperasi secara komersial pada Q1 2026.

Seperti diketahui, HRUM semakin menggenjot kinerjanya di sektor nikel dibandingkan di sektor batu bara. Dari US$687 juta belanja modal yang disiapkan untuk tahun 2024, 95% akan dialokasikan untuk pengembangan bisnis nikel, sedangkan 5% sisanya akan disalurkan untuk lini batu bara.

Selain memasuki sektor penambangan bijih nikel lewat porsinya sebesar 51% di PT Position, hingga Q1 2024 2024, HRUM sudah melancarkan inisiasi diversifikasi produk nikel.

Perseroan kemudian mencaplok 100% PT Infei Metal Industry (IMI), 80,7% PT Westrong Metal Industry (WMI), dan 51% BSE. Ketiganya merupakan perusahaan yang mengelola fasilitas smelter nikel yang berlokasi di Weda Bay Industrial Park.

Sebagai catatan, WMI mengelola fasilitas smelter nikel yang memproduksi HG nickel matte sejak mulai beroperasi Maret 2024 lalu.

“Targetnya, setelah 6 bulan, kita harapkan kapasitas produksi WMI di atas 85%. Jadi, sebelum tahun ini berakhir, kapasitas produksinya sudah mencapai 85% dari kapasitas terpasang,” ungkap Gunara.

Untuk mendukung lini bisnis nikel ini, perseroan pun diketahui melakukan penjajakan untuk mendukung produksi smelter yang sudah beroperasi.

“Memang menjadi aspirasi perseroan untuk memperluas sumber daya nikel yang dimiliki, walaupun belum ada target yang kami identifikasi,” sambung Gunara.

Namun, untuk akuisisi pengolahan nikel, perseroan mengaku belum memiliki rencana lebih lanjut.

“Kami fokus menyelesaikan proyek, termasuk smelter BSE dengan HPAL, serta fokus menyelesaikan investasi pada BSE dan WMI,” aku Gunara.

Dilihat dari segi segmen, batu bara menghasilkan pendapatan hingga US$165 juta pada akhir Q1 2024, turun 43,57% year-on-year (yoy) dari US$292 juta. Kemudian, disusul oleh penjualan nikel, dalam bentuk feronikel dan nickel matte, sebesar US$97 juta.

Gunara merasa bahwa harga jual batu bara tampak mulai stabil, terutama setelah lonjakan drastis di tahun 2022 dan penurunan tajam di tahun 2023.

“Untuk harga nikel, memang masih fluktuatif; setelah penurunan tajam di awal tahun, lalu terus meningkat hingga mencapai US$20.000 per ton,” sebut Gunara.

“Kami optimis bahwa rentang US$16.000-20.000/ton akan memberi potensi margin yang baik bagi operasional perseroan,” tambah Gunara. (ZH)