Bursa desak emiten yang untung untuk bagi dividen
JAKARTA. BEI mendesak seluruh emiten yang mendapatkan keuntungan dari kinerja perusahaannya harus membagikan dividennya ke pemilik saham.
Direktur Pengawasan Transaksi BEI Kristian Manulang mengatakan hal tersebut terkait tanggapannya terhadap banyaknya emiten yang berhasil meraih keuntungan tapi tidak membagikan dividen kepada pemegang saham. "Harapan kita semua emiten yang mendapatkan untung ya harus bagi dividen. Ini kan masalah fundamental perusahaan saja," ujarnya di Jakarta, Senin (8/7/2024).
Saham perusahaan yang banyak mendapat sorotan investor belakangan adalah PT KDB TIfa Tbk (TIFA). Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), KDB Tifa memutuskan tidak membagikan dividen atas hasil kinerjanya sepanjang 2023 kepada pemilik saham. Padahal, dalam laporan keuangannya, KDB Tifa membukukan laba bersih pada tahun 2023 sebesar Rp59,66 miliar. Sehingga seluruh laba bersih disisihkan sebagai laba ditahan untuk menambah modal kerja, setelah dikurangi Rp50 juta untuk dana cadangan.
Investor pun menanggapi sikap manajemen TIFA sebagai kelewatan. Sebab, sejak diakuisisi oleh Korean Development Bank pada September 2020 lalu, TIFA tidak sekalipun bagi dividen. Tahun 2023, pemegang saham juga menyetujui untuk tidak membagikan dividen tahun buku 2022 pada Perseroan membukukan laba bersih Rp57,06 miliar. Bahkan situs resmi perusahaan juga memaparkan bahwa laba bersih sejak tahun buku 2019 sampai dengan tahun buku 2023 tidak sepeser pun dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham.
Head of Costumer Literation & Education PT Kiwoom Sekuritas Octavianus Audi Kasmarandana mengatakan perusahaan yang tidak membagikan dividen, padahal mendapatkan keuntungan, akan dikenai sanksi negatif dari para pelaku pasar. Artinya, saham KDB Tifa yang dijual tidak akan laku di pasaran.
"Ini akan menjadi beban investor dan spekulasi pasar akan berdampak negatif. Pelaku pasar menjadi tidak tertarik untuk membeli saham KDB Tifa," jelasnya.
Free Float
KDB Tifa juga belum mematuhi saham free float minimal sebesar 7,5% sesuai regulasi yang ada di pasar modal saat ini. Sehingga saham TIFA sebesar 84,6% berstatus milik asing, dalam hal ini Korean Development Bank.
Hingga saat ini, OJK tampaknya belum bergeming untuk menanggapi ketentuan aturan free float yang dibuatnya sendiri tersebut. Demikian juga TIFA yang seolah tidak peduli menghadapi ancaman delisting dari lantai bursa karena tidak mematuhi Ketentuan Peraturan Bursa No 1A tentang Pencatatan Saham Ekuitas. (AM)