INCO - PT. Vale Indonesia Tbk

Rp 3.670

-10 (-0,27%)

JAKARTA – Setelah resmi mendapatkan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Mei 2024 lalu, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) kini percaya diri dapat mencapai target produksi nikel matte hingga 70,800 ton metrik basah (wmt) pada tahun 2024.

Berdasarkan pemaparan Rizky Andhika Putra, Chief Financial Officer INCO, perseroan berhasil mencatatkan kenaikan tipis pada produksi nikel matte sebesar 3% year-on-year (yoy) pada H1 2024.

Disebutkan pada Public Expose Live 2024 INCO hari ini (26/8), hingga akhir semester-I tahun ini, INCO sudah memproduksi 34.775 ton nikel matte, atau setara dengan 49% dari target produksi tahun 2024.

Perlu diketahui bahwa INCO kini memiliki area konsesi hingga 118,017 hektar, yang kini, wilayah operasinya didominasi di Sorowako, Sulawesi Selatan.

“Cadangan mineral kami tumbuh sangat tinggi per Desember 2023, hingga 60% yoy. Hal ini didukung oleh pertumbuhan cadangan bijih saprolite dari 334,08 juta wmt pada Desember 2022 menjadi 493,66 juta wmt pada Desember 2023,” jelas Febriany Eddy, Presiden Direktur Vale Indonesia.

Dengan konsesi lahan yang masif tersebut, Vale Indonesia juga mengungkapkan komitmennya untuk lebih agresif mengembangkan area tersebut, agar mampu menyediakan bijih nikel sebagai suplai untuk pabrik-pabrik lokal di Indonesia.

“Tambang berkelanjutan Vale menjadi jaminan untuk suplai bijih nikel yang baik untuk pabrik domestik. Selain itu, juga dapat menjadi tambahan pada top-line Vale yang cukup besar,” ujar Eddy lebih lanjut.

Hingga Juni 2024, INCO tercatat hanya menjual bijih nikelnya kepada Vale Canada Limited (VCL), yang menghasilkan US$383 juta, serta Sumitomo Metal Mining Co Ltd (SMM) dan meraup US$95,74 juta.

Kemudian, dengan target produksi tersebut, manajemen mengaku menyasar pendapatan yang sejalan dengan asumsi harga jual rata-rata yang relatif stagnan terhadap harga per Juni 2024, yaitu US$14,214 per metrik ton.

“Cash cost kami, berdasarkan pencapaian pada H1 2024, akan kami jaga di level di bawah US$10 ribu per ton, sehingga profitability tetap stabil,” ungkap Putra pada kesempatan yang sama. (ZH)