JAKARTA – Sosok Liang Wenfeng, Founder startup DeepSeek, menjadi sorotan publik usai meluncurkan platform Artificial Intelligence (AI) model terbarunya yaitu R1, yang disebut sebagai kompetitor ChatGPT buatan OpenAI.

Terobosan itu, bahkan membuat saham-saham raksasa teknologi di Amerika Serikat (AS) seperti Nvidia, tumbang hingga 17% pada Senin (27/1) kemarin. Penurunan saham yang cukup signifikan ini membuat Nvidia kehilangan kapitalisasi pasar US$589 miliar dalam sehari, terbesar sepanjang sejarah.

Menurut data yang dihimpun idnfinancials.com, Liang Wenfeng dikenal sebagai sosok yang low profile. Hingga pada 20 Januari 2025 kemarin, pria berusia 39 tahun ini, muncul dalam sebuah simposium tertutup yang diadakan oleh Perdana Menteri China Li Qiang bersama dengan sejumlah konglomerat dari berbagai industri.

Sosok Liang Wenfeng menjawab tantangan dari Robin Li, CEO Baidu yang juga pernah diundang dalam simposium tertutup bersama PM Li Qiang pada 2023 lalu. Saat itu, Robin Li mengatakan bahwa China tidak perlu lagi meniru model AI yang dibuat oleh OpenAI. Namun perusahaan teknologi China perlu fokus menerapkan model AI yang telah ada untuk tujuan komersial.

Dalam wawancara Juli lalu bersama media lokal China, Weaves, Liang Wenfeng mengakui bahwa AI yang dikembangkan China tidak bisa hanya menjadi pengikut selamanya. “Kita sering mengatakan ada jarak 1-2 tahun antara AI yang dikembangkan China dan AS, namun jarak sebenarnya adalah perbedaan antara orisinalitas dan imitasi,” ungkap Liang Wenfeng.

Pada kesempatan yang sama, Liang Wenfeng juga menilai industri teknologi China terlalu fokus mencari keuntungan dalam 30 tahun terakhir. Sehingga tidak seberapa banyak inovasi yang dilahirkan.

Saat ini, DeepSeek memutuskan untuk merilis kode sumber model AI miliknya. Tidak seperti OpenAI, yang menutup kode sumber modal AI miliknya. (KR)