Hadapi sejumlah tantangan, saham emiten nikel masih menarik?
JAKARTA – Lemahnya permintaan nikel dari China, negara importir nikel terbesar di dunia, menjadi tantangan menjadi tantangan tersendiri bagi negara eksportir seperti Indonesia.
Namun tantangan tersebut hanya bersifat sementara, menurut riset PT Ina Sekuritas Indonesia. Karena peluang jangka panjangnya diyakini tetap menjanjikan. Terutama dengan sejumlah inisiatif hilirisasi di Indonesia yang masih cukup kuat.
Emiten nikel seperti PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau dikenal dengan Harita Nickel, tulis Ina Sekuritas, bahkan menunjukkan pertumbuhan penjualan dan arus kas yang cukup signifikan. “Perusahaan ini memiliki keunggulan dalam biaya produksi yang rendah, memungkinkan pencapaian margin kuat sebesar USD2.500-3.000 per ton nikel (tni),” ungkap Ina Sekuritas.
Pada 2024 lalu, Harita juga telah menggandeng Lygend Resources dari China, untuk memelopori teknologi HPAL (High Pressure Acid Leach) dalam hilirisasi nikel. Kolaborasi yang diwujudkan lewat perusahaan patungan ini, diyakini memperkuat prospek pertumbuhan bisnis Harita.
Sementara itu, estimasi produksi nikel di Indonesia pada 2025 adalah sebesar 2-2,1 juta ton. Estimasi ini sejalan dengan perkembangan pasar kendaraan listrik, yang juga mendukung prospek komoditas nikel dalam jangka panjang.
Ina Sekuritas menilai emiten nikel seperti Harita, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO), berada dalam posisi yang baik untuk pertumbuhan signifikan. “Didorong oleh peningkatan penjualan, harga jual rata-rata yang lebih tinggi, dan ekspansi lebih lanjut ke rantai pasok kendaraan listrik,” tulis Ina Sekuritas, dalam laporannya.
Saham-saham emiten tersebut juga mendapat rekomendasi BUY dari Ina Sekuritas, dengan target harga untuk ANTM Rp1.950, INCO Rp4.150, dan NCKL Rp1.120. (KR)