Menilik prospek hulu migas, saham AKRA dan ELSA layak dikoleksi?
JAKARTA – Skema bagi hasil gross split yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia pada 2024 lalu dinilai lebih menguntungkan bagi kontraktor minyak dan gas (migas), sekaligus jadi sentimen positif di sektor hulu migas.
Skema yang diatur lewat Permen ESDM (Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) Nomor 13 Tahun 2024 itu, memberikan bagi hasil sebelum pajak antara 74-95% untuk kontraktor. Skema ini membuat komponen variabel dan progresif kerangka kerja di sektor hulu migas lebih sederhana, menurut riset PT Ina Sekuritas Indonesia.
Emiten yang bergerak di sektor hulu migas seperti PT Elnusa Tbk (ELSA), dalam riset Ina Sekuritas, disebut berada di posisi yang baik untuk mendapatkan proyek tambahan dengan harga kompetitif. “Sehingga tetap memperoleh imbal hasil yang kuat meskipun harga minyak berfluktuasi,” tulis Ina Sekuritas.
Di sisi lain, induk usaha ELSA yaitu PT Pertamina Hulu Energi (PHE), tengah menegosiasikan ulang kontraknya di Blok Masela. Negosiasi atas proyek gas terbesar di Indonesia ini, berpotensi memberikan peluang pertumbuhan bisnis bagi ELSA.
Sementara itu emiten seperti PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), dinilai masih menghadapi sejumlah tekanan. Mulai dari laba bersih kuartal tiga (Q3) 2024 yang jauh di bawah proyeksi, hingga revisi target penjualan lahan industrinya di JIIPE.
Emiten sektor migas lainnya yang menjadi sorotan Ina Sekuritas yaitu PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS). Emiten yang juga dikenal dengan nama PGN ini, memiliki margin distribusi gas yang cukup positif pada Q3 2024. Namun PGAS masih menghadapi sejumlah risiko kebijakan pemerintah.
“Kami memberikan peringkat BUY untuk AKRA dan ELSA karena potensi pertumbuhan yang kuat, sementara PGAS diberi peringkat NEUTRAL dengan mempertimbangkan risiko regulasi,” ungkap Ina Sekuritas.
AKRA dan ELSA mendapat rekomendasi BUY dengan target harga masing-masing Rp1.230 dan Rp432. Sementara target harga yang diberikan untuk PGAS yaitu sebesar Rp1.585. (KR)