JAKARTA. Publik kini menanti babak baru Badan Usaha Milik Negara (BUMN), setelah DPR RI mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) BUMN, yang di dalamnya termasuk pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada awal pekan ini.

Pemerintah Indonesia memang cukup optimis dengan peran BPI Danantara, sebagai superholding yang menaungi seluruh BUMN. Namun kesiapan pemerintah dalam menjalankan dan mengawasi badan ini, menjadi kekhawatiran tersendiri.

“BPI Danantara sendiri sebenarnya sekarang masih pro kontra. Banyak analis yang concern tentang ini, karena Indonesia dinilai masih belum siap secara moral dan politik untuk menjalankan superholding ini,” kata Bella Ghassani, Investment Analyst Indoasia Aset Manajemen, saat dihubungi IDN Financials, Rabu (5/2) kemarin.

Jika bercermin pada superholding BUMN Temasek milik Singapura, kata Ghassani, memang diperlukan adanya 1 lembaga pengelola investasi keuangan BUMN. Namun lembaga ini harus bebas dari intervensi politik, suntikan modal dari negara, akuntabel, dan transparan.

Tanpa adanya sejumlah kriteria dan kompetensi tersebut, kata Ghassani, BPI Danantara membuat uang milik negara dalam risiko, alih-alih membawa keuntungan. Seperti yang terjadi dengan pengelolaan Sovereign Wealth Fund (SWF) Khazanah Nasional Bhd milik Malaysia.

“Kalau Indonesia tidak bisa menerapkan prinsip superholding Singapura, bisa mirip-mirip seperti Khazanah-nya Malaysia,” ungkap Ghassani.

Sementara itu Samuel Sekuritas Indonesia, dalam laporan risetnya, memperkirakan efisiensi pengelolaan aset diperkirakan bisa meningkat dengan adanya BPI Danantara. Tetapi masalah terkait tata kelola, transparansi, dan potensi campur tangan politik tetap perlu untuk diperhatikan.

“Efektivitas Danantara bergantung pada tata kelola & transparansi,” tulis Samuel Sekuritas. (KR)