IHSG turun 7,36% sejak awal tahun, masih ada peluang rebound?

JAKARTA. Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 7,36% dari awal tahun 2025, menyentuh level terendahnya sejak Oktober 2021. Pekan lalu, indeks ditutup pada level 6.636.
Penurunan itu membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) kehilangan Rp886 triliun atau 7,18% dari kapitalisasi pasarnya sejak awal tahun, menjadi sebesar Rp11.450 triliun. Akhir 2024 kemarin, kapitalisasi pasar bursa masih berada di posisi Rp12.336 triliun.
Sepanjang 3-7 Maret 2025, IHSG sebetulnya telah menguat 5,8%, membalas penurunan sekitar 5% yang terjadi pada pekan sebelumnya.
Analis Indoasia Aset Manajemen, Bella Ghassani, menyebut penguatan IHSG pekan lalu masih terlalu dini untuk jadi titik reversal dari tren bearish. “Pasar masih challenging,” kata Bella kepada IDNFinancials.com.
Penguatan indeks pekan lalu, kata Bella, cenderung dipengaruhi oleh sentimen kebijakan Presiden Trump, yang menangguhkan kebijakan tarif terhadap Meksiko dan Kanada. Sementara di pasar domestik, BEI tengah mengkaji aturan buyback saham tanpa RUPS.
Meskipun demikian, investor asing yang mencatatkan outflow Rp22,35 triliun sejak awal tahun, disebut masih punya andil besar dalam menentukan potensi tren IHSG ke depannya. “Akan tetap ditentukan oleh investor asing, karena mayoritas pertumbuhan pasar saat ini sudah di dominasi investor domestik,” ungkap Bella.
Sementara itu secara teknikal, Analis Phintraco Sekuritas menyebut IHSG telah berada di atas MA20, pada kisaran 6.630 Jumat (7/3) kemarin, seiring dengan pelebaran positive slope pada MACD. Namun indikator Stochastic RSI mulai bergerak menuju overbought area.
“Minor bullish reversal IHSG kemungkinan menemui resistance kuat di 6.700 awal pekan ini. IHSG diperkirakan cenderung fluktuatif dalam rentang 6.550-6.750 di pekan ini,” tulis analis Phintraco Sekuritas dalam laporannya.
Selain itu, pasar juga disebut masih mengantisipasi rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terbaru, yang akan dirilis Selasa (12/3) besok. “Proyeksi ini menarik dicermati karena terjadi di tengah peningkatan risiko ketidakpastian global,” imbuhnya. (KR)