BBCA - PT. Bank Central Asia Tbk

Rp 8.925

+50 (+0,56%)

JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berpeluang rebound alias menguat kembali menembus level 7.000, meski masih dalam tren penurunan 6,80% sejak awal tahun. 

Pada perdagangan Senin kemarin, IHSG kembali melemah 0,57% atau 37,79 poin ke 6.598,21, setelah mencatatkan kenaikan 5,83% dalam perdagangan pekan lalu.

Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, mengatakan level resisten IHSG yang feasible untuk jangka pendek dan secara psikologis memang berada di posisi 7.000. “Kami mencoba sedikit optimis di tengah suramnya atmosfer saat ini,” kata Liza, dikonfirmasi IDNFinancials.com.

Pandangan itu dinilai belum terlalu mustahil, menurut Liza. “Mengingat fund atau investment manager biasanya mungkin akan coba memoles portfolio mereka di akhir kuartal.”

Meskipun demikian, peluang rebound IHSG juga masih menghadapi sejumlah risiko. Mulai dari penurunan peringkat yang dilakukan oleh institusi asing seperti Goldman Sachs dan Morgan Stanley, hingga tantangan defisit fiskal yang berpotensi melebar.

“Not to mention, sentimen regional market seperti Trump’s Tariff yang konsisten menghadirkan kondisi ketidakpastian di pasar,” jelas Liza.

Penguatan IHSG ke level 7.000 akhir Q1 2025 ini, menurut Liza, perlu didorong oleh sektor Finance (Banking) yang bisa menggerakkan IHSG secara signifikan.

Beberapa saham yang diharapkan bisa menopang penguatan IHSG yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).

Sejumlah resisten penting yang perlu ditembus oleh saham BBRI berada di kisaran 4.000-4.050, menuju target Rp4.500. Kemudian resisten BBCA di 9.000 sebelum menuju Rp9.300 sampai Rp9.400 per lembar.

Sementara resisten penting untuk saham BMRI dan BBNI masing-masing di level 5.000 dan 4.600, dengan ekspektasi harga Rp5.400-Rp5.500 per lembar untuk BMRI dan Rp4.800 atau Rp5.000 per lembar untuk BBNI. (KR)