PM Singapura soal tarif AS: Risiko perang dagang global semakin besar

JAKARTA – Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, memperingatkan warganya mengenai potensi meningkatnya risiko perang dagang global, menyusul keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menerapkan tarif impor balasan terhadap negara mitra dagangnya di seluruh dunia.
Wong menyebut kebijakan ini sebagai “perubahan signifikan dalam tatanan global”, setelah AS mengabaikan sistem dan norma perdagangan bebas yang sebelumnya turut dibentuknya melalui World Trade Organisation (WTO).
“Pendekatan baru AS yang menerapkan tarif impor balasan secara bilateral, negara demi negara, tidak sesuai dengan kerangka kerja WTO,” ujar Wong dalam sebuah video yang diunggah oleh The Straits Times pada Jumat (4/4).
Menurut Wong, kebijakan ini berpotensi mendorong negara-negara lain untuk meniru AS, dengan mengenakan tarif balasan dan menjalankan perdagangan semata-mata berdasarkan kepentingan mereka, tanpa mempedulikan sistem perdagangan bebas yang telah lama dibangun.
“Institusi global semakin melemah; norma internasional kian tergerus,” ungkap Wong. Ia menambahkan bahwa kondisi ini dapat memicu banyak negara untuk menggunakan jalan pemaksaan demi meraih keuntungan lebih besar.
Di sisi lain, Wong menegaskan bahwa Singapura tidak akan menerapkan tarif balasan terhadap AS maupun negara lainnya. “Namun, negara-negara lain belum tentu menunjukkan sikap serupa,” katanya.
Sejak pengumuman tarif pada “Liberation Day” oleh Presiden Trump minggu lalu (2/4), Tiongkok telah menyiapkan tarif balasan sebesar 34% terhadap produk AS, yang akan berlaku efektif pada 10 April mendatang.
Wong juga menyinggung peristiwa perang dagang global tahun 1930, yang dipicu oleh kebijakan tarif balasan dan penurunan volume perdagangan internasional usai diberlakukannya Smoot-Hawley Tariff Act oleh AS pada Juni 1930, dan yang pada akhirnya memperburuk kondisi Depresi Besar (Great Depression).
Kenaikan tarif dan ketidakpastian global yang meningkat, menurut Wong, menjadi ancaman serius bagi perekonomian dunia. “Perdagangan internasional dan investasi akan terpukul, dan pertumbuhan global pun akan melambat,” ujarnya.
Sebagai catatan, Singapura masuk dalam kelompok negara yang dikenai tarif impor AS sebesar 10%. Namun, untuk mengantisipasi dampak yang lebih luas, Wong menyampaikan bahwa Singapura akan terus memperkuat kerja sama dengan negara-negara yang sehaluan.
“Kita lebih siap dibandingkan banyak negara lain, dengan cadangan devisa kita, kohesi sosial, dan keteguhan sikap kita. Namun, kita harus bersiap menghadapi guncangan lanjutan yang mungkin terjadi,” tambahnya. (ZH)