Jaguar Land Rover Inggris stop ekspor ke AS

JAKARTA – Produsen mobil mewah asal Inggris, Jaguar Land Rover (JLR), mengumumkan penghentian sementara pengiriman kendaraan ke Amerika Serikat (AS) selama bulan April 2025. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap kebijakan tarif impor kendaraan sebesar 25% yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.
Perusahaan yang dimiliki oleh Tata Motors ini menyatakan bahwa langkah tersebut bersifat jangka pendek, sembari mereka mengevaluasi ulang rencana jangka menengah hingga panjang untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi perdagangan global.
“Saat kami bekerja sama dengan mitra bisnis untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan perdagangan baru, kami mengambil beberapa langkah sementara, termasuk penghentian pengiriman di bulan April,” demikian pernyataan resmi dari JLR, dikutip IDNFinancials.com, pada Senin, 7 April 2025.
AS merupakan pasar penting bagi merek-merek mewah JLR seperti Jaguar, Defender, dan Range Rover, yang seluruhnya masih diproduksi di Inggris. Dalam tiga bulan terakhir tahun 2024 saja, JLR telah mengekspor 38.000 unit kendaraan ke AS. Secara keseluruhan, sekitar 20-25% dari penjualan global JLR berasal dari pasar Amerika.
Langkah penghentian pengiriman ini menunjukkan besarnya tantangan yang dihadapi produsen mobil mewah Inggris akibat kebijakan tarif baru. Tidak seperti produsen massal, merek-merek seperti JLR, Bentley, dan Aston Martin tidak memiliki fasilitas produksi di AS, sehingga tidak memiliki cara mudah untuk menghindari beban tarif tinggi.
Pada 2 April 2025, Presiden Trump mengumumkan kebijakan tarif baru yang mencakup bea masuk 25% terhadap kendaraan impor, berlaku sejak hari berikutnya. Selain itu, tarif tambahan diberlakukan terhadap berbagai produk dari negara-negara lain, termasuk Uni Eropa, Jepang, dan Tiongkok, dengan tarif yang disesuaikan berdasarkan perlakuan dagang negara-negara tersebut terhadap AS.
Trump menegaskan bahwa tarif ini tidak bersifat sepenuhnya resiprokal, tetapi hanya sekitar setengah dari tarif yang diterapkan negara-negara lain terhadap barang-barang AS. Ia menyebut pendekatan ini sebagai “murah hati”, meski tetap menegaskan bahwa Amerika tidak akan tinggal diam jika terus dirugikan oleh kebijakan perdagangan tidak adil. (EF)