JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengobarkan konflik dagang dengan Tiongkok. Dia mengancam akan memberlakukan tarif impor tambahan sebesar 50 persen terhadap produk asal China, sebuah langkah ekstrem yang diprediksi akan mengguncang perekonomian global lebih lanjut.

Ancaman ini disampaikan setelah China mengumumkan tarif balasan sebesar 34% terhadap barang-barang asal AS. Dalam unggahannya di platform Truth Social, Trump menyatakan dengan tegas bahwa setiap bentuk balasan tarif akan disambut dengan tindakan yang jauh lebih keras dari pihak AS.

"Jika China tidak menarik kembali kenaikan taruf 34%--di atas praktik perdagangan mereka yang sudah lama merugikan Amerika--sebelum besok, 8 April 2025, kami akan memberlakukan tarif tambahan 50% pada China yang berlaku mulai 9 April," dalam keterangan resminya, Senin (7/4).

Langkah-langkah ini terjadi di tengah gejolak pasar saham global. Indeks S&P 500 di Wall Street jatuh lebih dari 4%, dan secara keseluruhan turun lebih dari 20% dari rekor tertingginya di bulan Desember, secara teknikal memasuki fase bear market, yakni penurunan tajam yang sering memicu aksi jual besar-besaran.

Sejak Trump mengumumkan kebijakan “Liberation Day” dan tarif barunya pada Rabu (2/4) lalu, pasar saham dunia tercatat mengalami kerugian hingga $9,5 triliun, berdasarkan data Bloomberg. Nasdaq dan sejumlah indeks utama di Asia, termasuk Hang Seng di Hong Kong dan CSI 300 di Shanghai, juga ambruk. Hang Seng bahkan mencatat penurunan lebih dari 13%, terburuk sejak krisis 1997.

Trump menyalahkan pemerintah Tiongkok karena mengabaikan peringatannya. "Kejatuhan pasar terjadi karena China tidak menghargai peringatan saya untuk tidak melakukan tindakan balasan.” (EF)