Harga telur di Amerika Serikat tembus rekor tertinggi

NEWYORK - Harga telur putih di Amerika Serikat kembali melonjak tajam, bahkan mencapai rekor tertinggi baru meskipun harga grosir menunjukkan tren penurunan dan tidak ada laporan baru terkait wabah flu burung di peternakan.
Dikutip dari Sky News, Jumat (11/4), harga rata-rata satu lusin telur di AS pada Maret 2025 mencapai 6,23 dolar AS atau sekitar Rp104.664 (kurs Rp16.800 per dolar AS). Lonjakan harga ini mencerminkan tren peningkatan yang sudah terjadi sejak awal tahun.
Data dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS mencatat bahwa pada Februari 2025, harga telur telah mencapai 5,90 dolar AS (sekitar Rp99.120), lebih dari dua kali lipat rata-rata harga jangka panjang yang hanya berkisar di angka 2 dolar AS (Rp33.600).
Meski harga grosir telur mulai turun pada akhir Maret, laporan Indeks Harga Konsumen yang dirilis 10 April 2025 justru mencatat bahwa harga eceran telur tetap mengalami kenaikan.
Jada Thompson, ekonom pertanian dari University of Arkansas, menjelaskan bahwa penurunan harga grosir belum memberikan dampak langsung terhadap harga ritel. “Harga grosir baru mulai menurun pertengahan Maret, sehingga belum cukup waktu untuk memengaruhi harga rata-rata bulanan di pasar ritel,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa banyak toko kemungkinan belum menyesuaikan harga eceran secepat pergerakan harga grosir.
Sebelumnya, Presiden Donald Trump mengklaim bahwa harga telur turun 35%, dan memuji Menteri Pertanian Brooke Rollins karena telah melakukan pekerjaan yang baik dalam menurunkan harga.
Sejak tahun 2022, industri peternakan AS memang dihantam oleh wabah flu burung (avian flu) yang sangat menular, terutama dari strain H5N1. Tahun ini saja, lebih dari 30 juta ayam petelur telah dimusnahkan akibat infeksi tersebut.
Bahkan, satu kasus kematian manusia akibat flu burung turut dilaporkan. Kebijakan federal yang mewajibkan pemusnahan seluruh kawanan jika ditemukan satu kasus infeksi turut memperburuk kondisi pasokan telur nasional.
Kenaikan harga ini memperlihatkan betapa kompleksnya rantai pasok pangan, dan bagaimana faktor-faktor eksternal seperti penyakit dan kebijakan karantina dapat berdampak besar pada harga kebutuhan pokok di pasar. (DK)